Tabrak lari di Jakut Pria Lansia Tewas, Keluarga Korban Minta Pelaku Dihukum Berat

Seorang wanita terdakwa tabrak lari yang menewaskan seorang pria lansi tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (31/7/2025). Foto/Isstimewa
JAKARTA – Keluarga korban tabrak lari meminta agar terdakwa penabrak, wanita bernama Ivon Setia Anggara (65) dihukum berat karena menyebabkan korban pria lansia berinisial S (82) meninggal dunia setelah menjalani perawatan selama 3 hari di ICU RS Pantai Indah Kapuk (PIK).
Hal ini diungkapkan anak korban S, Haposan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada Kamis (31/7/2025).
“Saya berharap pelaku harus dihukum yang seberat- beratnya, karena dari awal orang ini sudah tabrak lari papa saya hingga meninggal dunia, dan dia tidak ada iktikad baik sama sekali kepada keluarga kami,” bebernya.
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menggelar sidang perdana kasus tabrak lari yang menyebabkan seorang pria lansia berinisial S (82) meninggal dunia dengan terdakwa Ivon.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Rahmat SH menyebutkan bahwa terdakwa Ivon didakwa melanggar Pasal 310 (4) dan Pasal 312 Undang-undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Umum sehingga menyebabkan korban S meninggal dunia.
Usai membacakan dakwaan, hakim langsung menutup sidang karena terdakwa akan mengajukan eksepsi pada pekan depan.
Haposan menceritakan, berawal ayahnya menjadi korban tabrak lari ketika joging pagi di komplek rumahnya di Jalan Perumahan Taman Grisenda RW 10, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Berdasarkan rekaman CCTV Saat itu, S saat sedang joging diseruduk dari belakang oleh mobil yang dikendarai Ivon.
“Terlihat dari rekaman CCTV di kompleks ada beberapa titik, terus begitu dia ditabrak sempat berhenti mobil ini beberapa saat, terus dia jalan,” kata Haposan kepada awak media.
Saat itu, menurut dia, ada salah satu saksi yang melihat peristiwa itu di tempat kejadian perkara (TKP) langsung menghubungi keamanan setempat.
Pihak keamanan langsung mencari keberadaan mobil tersebut yang ternyata sudah terparkir di salah satu area ruko tak jauh dari TKP.
Ketika itu, pihak sekuriti meminta keterangan Ivon. Namun, dia mengaku menabrak tiang, bukan S. Akhirnya, ketua RW setempat pun datang dan meminta Ivon untuk kembali lagi ke TKP.
“Akhirnya Ivon dipaksa untuk datang ke TKP yang lokasinya tidak terlalu jauh. Papah saya sudah tergeletak berdarah- darah, dia masih saja berbelit-belit,” geram Haposan.
Kemudian S dibawa ke rumah sakit PIK dan langsung dirawat di ruang ICU. Usai dirawat tiga hari, nyawa S tak tertolong. Sedangkan Ivon sempat ditahan oleh polisi selama 14 hari. Namun, karena mengajukan penangguhan dengan alasan sakit, Ivon tidak lagi ditahan, hanya menjadi tahanan kota.
Haposan mengaku, sejak ayahnya dirawat hingga meninggal dunia pelaku sama sekali tidak memiliki iktikad baik ke keluarga korban.
“Hampir sekitar 1,5 bulan lebih, sama sekali dia tidak punya iktikad untuk datang secara pribadi ke tempat kita untuk silaturahmi ataupun minta maaf,” ujar Haposan.
Sehingga kasus ini naik ke pengadilan, pihak keluarga korban pun menuntut keadilan dan meminta agar pelaku diganjar hukuman yang setimpal atas perbuatannya. (Johnit Sumbito